Rabu, 13 November 2019

Jalu's Coaching Diary: Data

2018 lalu saya dapat kesempatan untuk pegang Tim Baseball U15 Jawa Barat. Pengalaman tersebut membawa saya menuju titik di mana saya merasa tidak tahu apa-apa soal baseball, and that's actually the fun part! learning things that i actually passionate about is fun!

Melatih anak umur di bawah 15 tahun itu sulit. Pertama, mereka masih dalam tahap perkembangan secara mekanik, teknik, maupun mindset (tiga aspek), hal ini yang membuat saya harus beradaptasi dan membawa diri ke pengalaman saya saat bermain di umur mereka dan mengerti apa kebutuhan dan karakter mereka. Dibutuhkan kesabaran super ekstra dalam memberi instruksi serta memperbaiki tiga aspek mereka, alasan utama adalah perbedaan pengalaman mereka dengan saya. Terkadang apa yang saya anggap pengetahuan dasar bagi mereka adalah hal yang baru, jelas saja karena saya bermain lebih lama dibanding mereka, dan itu buat saya merupakan hambatan yang cukup berat untuk dilalui. Beruntung sudah banyak referensi yang bisa mereka tonton dan tiru, bersukur juga saya melatih di era di mana informasi didapat cukup modal koneksi internet dan gadget.

Kesulitan yang kedua adalah hambatan yang sepele, namun fatal apabila ditinggalkan. Perbedaan generasi yang cukup jauh dan minimnya turnamen baseball di umur open membuat mereka tidak mengenal saya dan cara saya bermain. Terlihat sepele karena logikanya saya adalah sosok guru dan mereka otomatis mendengarkan apa yang saya katakan. realita di lapangan berbicara lain. Semua anak di tim tahu siapa Digul, head coach kami. Digul merupakan mantan pemain nasional yang juga membawa Jawa Barat U18 juara pada 2016. Ass. Coach lainnya Ayub seharusnya mudah diterima oleh anak-anak karena kedekatannya dengan anggota tim. Ayub sudah berpengalaman memegang tim U15 dan U12 di level klub dan banyak membawa prestasi baik. Saya? Saat perkenalan saya hanya bisa bilang saya pernah membela tim daerah di level U18 sebanyak tiga kali dan saya dicoret dari tim senior Jawa Barat. Dengan sangat bangga saya mengatakan ikuti apa kata saya agar kalian tidak gagal seperti saya. Pada prakteknya, malah saya lebih diterima ketimbang Ayub. Mungkin karena saya jujur saya bukan siapa-siapa, saya orang baru untuk kalian, dan saya melakukan pendekatan lebih personal ketimbang Ayub.

Akan tetapi, kesulitan yang paling besar adalah mengenal anak-anak di tim. Sama seperti sulitnya mereka mengenal saya, saya pun pada titik itu baru berkecimpung di dunia kepelatihan selama satu tahun. Saya buta akan skena pembinaan usia dini di Jawa Barat, dan sekarang saya dihadapkan dengan challenge yang berat untuk mengolah apa yang masing-masing mereka punya menjadi satu tim yang solid. Mungkin 7 atau 8 orang saya tahu betul kemampuan mereka tapi memilih 18 orang? sangat sulit untuk saya lakukan dalam waktu singkat. Dari situlah saya memilih jalur yang paling objektif dan paling mudah dilakukan.

Data. Buat saya angka itu objektif dan hasil itu pasti, tinggal interpretasi dari seorang pelatih dan konteks yang membuat angka-angka tersebut bermakna. Dengan melihat data angka, dan visual, seorang anak yang terlihat jago akan terbuka kelemahannya. Banyak pelatih yang hanya mengandalkan visualnya merasa seorang anak hanya perlu diasah apabila terlihat skillnya cukup baik, padahal pada umur-umur usia dini, tidak ada anak yang tidak memiliki cacat mekanik. Terlepas dari metode yang digunakan pelatih dalam melatih, data sebenarnya dapat memprediksi jalan karir si anak. Ambil contoh alm. Khaidir Budiman yang sebelum saya analisis menggunakan data visual tidak pernah saya buat sebagai pemain ofensif. Khaidir yang dulu saya kenal memiliki range yang baik dan transfer glove ke tangan yang cepat, tidak pernah saya pikir Khaidir akan menjadi pemukul yang punya power besar dan contact yang baik karena selama proses latihan saya tidak pernah melihat Khaidir mendominasi latihan batting. Khaidir was a defensive infielder, and it should never be that way, he was in fact a five tool boy with tons of unlocked potential yang hanya bisa saya lihat menggunakan data angka dan visual.

Suatu hari Digul membawa mainan baru ke lapangan, sebuah sensor bat yang dapat memperlihatkan swing speed, sudut elevasi, kecepatan kontak bat dengan bola, dan data visual swing path. Setelah dilakukan tes terhadap semua atlet, hasilnya membuka mata saya, apa yang saya lihat selama ini salah. Beberapa pemain yang memiliki sukses di batter's box ternyata memiliki skor yang rendah, dan saya hanya mengasah apa yang mereka punya tanpa mengubah mekanik mereka yang salah. Hasil tes dari Khaidir buat saya mengejutkan, Khaidir memiliki bat speed tertinggi dan swing path terbaik di antara anak-anak lain. That changed my treatment and approach, now i know that he's a threat in the box, hanya perlu beberapa perubahan and he'll explode. Khaidir di penghujung karirnya merupakan infielder yang sulit ditembus, a nuisance on the basepath, dan paling penting a power hitter yang punya kemampuan memukul keluar pagar. Sayangnya Tuhan punya rencana lain, Khaidir adalah laboratorium berjalan saya.

That being said, apa yang kita lihat tidak merepresentasikan realita seutuhnya. Angka-angka sederhana dapat mengubah cara pandang kita terhadap atlet dan yang pastinya mengubah metode latihan. Mesin tidak pernah bohong, angka tidak pernah salah, apabila bohong dan salah berarti rusak dan harus diganti. Pandangan objektif yang harus didorong dalam menganalisa anak. Tidak semua pelatih memiliki referensi yang baik dan benar, maka objektifitas dari indera pelatih harusnya menjadi tanda tanya karena tidak ada yang objektif dari pandangan seseorang.

Data tidak dapat berdiri sendiri. Interpretasi dari pelatih dan konteks berperan lebih besar dari data itu sendiri. Angka hanya sebuah instrumen, manusia lah yang tetap beraksi. Sayangnya memaknai data sendiri dibutuhkan wawasan dari pelatih itu sendiri. Data tidak akan efektif apabila dipegang oleh pelatih yang bodoh. Sebaik dan selengkap apapun data yang tersaji apabila tidak dapat digunakan sebagaimana fungsinya maka data tersebut tetap tidak relevan. Interpretasi data dapat mengubah masa depan atlet, baik menjadi lebih cerah maupun lebih suram. Gadget canggih tidak dapat membantu anda apabila data tidak dapat dimaknai secara baik. Itulah mengapa menurut saya sebelum pelatih memegang alat ukur, lebih baik pelatih belajar memahami arti dari apa yang alat tersebut akan sajikan. Pelatih harus sadar bahwa memasang sensor di bat tidak akan mengubah kemampuan anak apabila data dari sensor tidak diaplikasikan dengan baik ke program dan metode latihan. Banyak pelatih dan orangtua atlet jor-joran membeli alat tercanggih yang mereka bisa dapatkan tapi mereka lupa bahwa alat tersebut apabila tidak ditunjang dengan sumber daya manusia yang baik tidak akan membuat anak maju.

Similarly, pelatih harus menerima kenyataan bahwa mata dan telinga mereka subjektif. Pelatih harus sadar bahwa indera mereka terbatas, banyak hal yang tidak bisa ditangkap indera manusia tapi bisa diperlihatkan oleh mesin. Maka, pelatih dilarang menyombongkan diri di hadapan data, karena data merupakan instrumen paling objektif dalam menganalisa kemampuan atlet.

That brought us back to my story. Kesulitan pertama dapat diatasi dengan mudah hanya dengan melihat data. Berbagai tes yang kami lakukan membantu saya mengenal karakter anak dan membantu saya membuat program yang cocok dengan metode terbaik, hanya dengan membaca data. Kesulitan kedua juga dapat teratasi karena anak-anak mengenal saya sebagai pelatih yang objektif dan mengkritik dengan dasar yang jelas, yaitu data yang diambil setiap tes dan latihan. Untuk mengenal kemampuan anak tinggal lihat dan interpretasi data dari si anak.

Saya bersyukur dapat dipercaya menjadi pengepul angka di Tim Baseball U15 Jawa Barat. Interpretasi akan data membuat saya dapat memberi masukan untuk program dan metode ke head coach. Saya tidak akan lupa proses latihan selama pelatda berlangsung, dan saya tidak akan lupa pelajaran yang saya dapatkan selama proses tersebut berlangsung.



Senin, 23 Juli 2018

Jadi Halal itu Standar atau Strategi Marketing?

Kalau kamu suka nonton TV apalagi suka nonton iklan, kamu aneh, soalnya ga ada yang nonton TV cuma buat nonton iklan. Tapi kalau kamu suka nonton TV, kamu bakal sadar bahwa sekarang ini banyak banget iklan yang ngejagoin fitur Halal di produk mereka, kalau kamu rada mikir, kamu pasti bertanya-tanya buat apa merek busana pakai embel-embel halal di produk mereka atau kulkas yang mendadak halal mungkin bikin kamu bertanya-tanya soal kehalalan produk elektronikmu, bisa jadi kipas laptop yang baru kamu beli di Mangga Dua ga halal dong! OMG

Di Islam, Halal berarti sesuatu yang diperbolehkan untuk dikonsumsi atau pun digunakan. Halal itu semacam standar yang ada di Islam untuk kehidupan sehari-hari. Mungkin kata halal sinonim dengan makanan karena awalnya standar Halal di Indonesia paling banyak digunakan di produk makanan yang menandakan bahwa produk tersebut bebas dari apapun yang tidak boleh dikonsumsi oleh muslim dan prosesnya sesuai dengan protokol Halal di Indonesia yang dikeluarkan sama MUI. Misalnya nugget ayam yang kamu makan ternyata ga mengandung sertifikasi Halal, berarti dalam prosesnya atau kandungan nugget ayam tersebut bisa jadi terdapat sesuatu yang membuat nugget tersebut tidak boleh dimakan sama muslim, simpel.

Gaya hidup islami memang sedang booming di Indonesia. Fenomena ini terjadi setelah reformasi ketika masyarakat muslim Indonesia menikmati kebebasan dalam mengembangkan budaya islami. Katanya sih zaman Orde Baru dulu masyarakat sulit untuk mengekspresikan budaya islam mereka karena dikekang oleh rezim Soeharto yang represif, katanya lho. Baru setelah reformasi dan Soeharto turun, umat muslim di Indonesia bebas mengekspresikan jati diri mereka sebagai muslim, bahkan di dunia politik pun muncul berbagai partai bernada islam setelah reformasi. Dari situlah budaya islam di Indonesia semakin merambah budaya populer, kaum wanita sekarang bebas berhijab dan pengajian besar sekarang ada di mana-mana, budaya islam sedang populer-populernya di Indonesia.

Untuk mendapatkan sertifikasi halal pada sebuah produk memang tidak mudah, kalau kamu mau produk kamu ditempel sertifikasi halal MUI, kamu harus rela pabrikmu diperiksa secara mendalam untuk dilihat proses pembuatan produk yang kamu ajukan sertifikasi halalnya. Jika dalam proses produksimu terdapat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam Islam maka kamu harus menerima produkmu tidak dapat sertifikat Halal. Berlaku juga apabila kandungan produkmu terdapat bahan yang tidak bisa dipakai atau dikonsumsi muslim, misalnya kamu mau buat keyboard untuk kegiatan gaming tapi sambungan kabel dari produkmu terdapat minyak babi, maka haqqul yaqin Keyboard kamu ga akan dapet sertifikat halal.

Standar Halal bukan cuma ramai di Indonesia. Di dunia barat, banyak pengusaha kuliner yang mengklaim makanan mereka halal. Hal ini lebih untuk meyakinkan umat muslim bahwa mereka dapat makan di sini tanpa ragu kandungan dari makanan tersebut. Berkembangnya populasi muslim di Amerika Serikat dan Eropa juga menjadi katalis bagi gerakan halal tersebut. Banyak juga rumah jagal yang mengklaim mereka memproduksi daging halal, selain sebagai strategi marketing kepada umat muslim, daging halal juga dijual kepada mereka yang menginginkan daging dengan kualitas lebih baik karena setelah saya baca-baca dan nonton di Internet, daging halal memiliki kualitas yang lebih baik dibanding daging yang dipotong secara tidak halal. Wallahualam sih ya.

Sebenarnya tidak ada salahnya kita sebagai konsumen untuk mulai aware terhadap proses dan kandungan dari sebuah produk, apalagi menyangkut kehidupan sehari-hari. Kita sebagai konsumen bebas memilih produk mana yang mau kita beli, terlepas dari halal atau tidaknya produk tersebut, toh pada akhirnya produsen-produsen harus bisa beradaptasi terhadap kemauan konsumen yang heterogen. Namun sebagai konsumen, kita harus cerdas memilih produk mana yang mau kita beli. Seperti yang Bang Sahala katakan, kita harus skeptis dan kritis menyikapi semua hal, emang Bang Sahala idola sejuta umat dah.

Pernahkan kamu berpikir produk halal yang kamu beli bisa jadi pada prosesnya tidak halal? Halal bukan hanya terbatas pada penggunaan bahan atau produksi yang halal saja, halal menyangkut bagaimana produsen berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dan konsumennya, bisa saja misalnya sebuah produk minuman ringan memiliki sertifikat halal tetapi isinya merugikan tubuh, padahal di Islam segala sesuatu yang merugikan tubuh tidak boleh dikonsumsi seperti dalam Surat Al-Baqarah ayat 195 yang secara implisit menginstruksikan muslim untuk tidak merugikan diri sendiri, atau seperti Hadits Riwayat Ibnu Majah yang berbunyi "Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan/merugikan diri sendiri ataupun orang lain". Jika minuman ringan tersebut dapat membuat anda diabetes, apakah produk tersebut layak memiliki sertifikat halal? Atau misalnya dalam memproduksi sebuah produk busana, pada prosesnya malah mencemari alam sekitar dan membawa malapetaka bagi organisme sekitar, masih layakkah busana tersebut memiliki sertifikat halal?

Hal yang saya takutkan adalah produsen benda sehari-hari hanya menempelkan sertifikat halal dengan cara yang tidak halal demi menggapai keuntungan dari konsumen muslim. Para produsen tahu pasti bagaimana berkembangnya budaya islam di Indonesia dan bagaimana efektifnya menambah embel-embel halal pada produk mereka. Iklan-iklan yang menjual kehalalan suatu produk memang harus disikapi secara skeptis, jangan sampai kita sebagai konsumen muslim dibodohi dengan embel-embel halal.

Jumat, 13 Juli 2018

Piala Dunia: Sebuah Nostalgia

Selama kurang lebih 22 tahun hidup, saya sudah mengalami enam kali piala dunia, memang bukan jumlah yang fantastis ketimbang rekan-rekan dan saudara-saudara yang umurnya tinggal dikit lebih tua, tetapi alhamdulillah sampai sekarang masih rutin nonton bola apalagi piala dunia.


Being an England fan memang harus selalu siap patah hati, hal itu saya alami sejak resmi dibaiat menjadi pendukung Inggris pada 2002. Saya memang pendukung Inggris karena saya mengidolakan Michael Owen dan David Beckham, coincidentally David Beckham juga bermain di klub favorit sepanjang masa dan hidup mati saya, Manchester United. Saya lebih dulu didoktrin menjadi pendukung MU oleh Om lewat CD dan poster-poster berbau MU yang dihibahkan, keluarga saya memang pendukung MU dan Inggris jadi anda tahu mengapa saya demikian. 2002 ketika Ronaldinho mengadali Seaman di perempat final adalah patah hati saya yang pertama dalam hidup. Saya tidak menangis, saya hanya murung dan mogok makan di sisa hari-hari piala dunia, ketika dibawa ke Dokter, dia bilang saya mengidap penyakit yang sama seperti rekan-rekan pendukung Inggris lainnya dan hanya bisa disembuhkan apabila Inggris juara turnamen apapun. 

But that heartbreak won't last long though, saya sebagai pecinta bola sejati sangat antusias menonton piala dunia, keluarga kami memang pecinta berat olahraga, gen kompetitif memang mendarah daging di keluarga kami, jadi saya tidak kaget apabila saya sering dibandingkan dengan saudara saya yang penuh prestasi dan penghargaan. Pada partai final antara Jerman melawan Brasil, kami sekeluarga besar H. Paino Daslan melakukan ibadah nobar di rumah Kakek di Cikokol, Tangerang, makanan yang wajib ketika itu adalah rebus-rebusan ala-ala sukiyaki yang dibuat langsung oleh Kakek yang dulu pernah berkunjung ke Jepang, terjadi konflik besar di keluarga kami waktu itu, Nenek saya pendukung berat Jerman dan hafal betul bagaimana Michael Ballack dan Miro Klose bermain sementara Kakek lebih suka gocekan-gocekan samba khas Brasil yang dipromosikan oleh Ronaldinho dan Ronaldo, untungnya konflik tersebut tidak berujung kepada pisah ranjang, alhamdulillah mereka masih akur sampai sekarang. Momen berkumpul dengan keluarga, makan-makan dan nobar memang saya rindukan, final 2014 saya habiskan menginap di rumah teman sambil mengunyah snack-snack bungkusan dari toko swalayan. Saya rindu menonton pertandingan bersama keluarga, tapi yang paling saya rindukan adalah sukiyaki khas Kakek saya.

Semasa kecil, saya dan ma homies on my hood selalu latah tren televisi dan current affairs. Ketika Piala Uber-Thomas disiarkan di TV, kami bermain badminton di depan rumah, ketika Benteng Takeshi sedang ramai di TV, kami bermain dengan berbagai rintangan-rintangan di depan rumah, ketika Olimpiade musim dingin tiba, kami bermain ski dan perang bola salju di depan rumah, dan ketika dua buah pesawat menabrak WTC, kami mencoba membajak pesawat di depan rumah, oke yang dua terakhir memang dibuat-buat tetapi anda tahu apa yang saya bicarakan, rumah saya memang memiliki halaman depan dengan ruang terbuka yang luas dan terdapat banyak pohon, saya tinggal di perkampungan dan saya bersyukur memiliki kesempatan untuk berlari-lari mengejar layangan dan memanjat pohon dengan bebas dari ba'da zuhur sampai azan maghrib tiba, mungkin dari situ mekanik-mekanik saya terbentuk dan akhirnya bisa mahir dalam berbagai olahraga.

Momen piala dunia 2006 memang pas bagi homies saya apalagi saat itu piala dunia berlangsung di Jerman dan 3/4 homies saya mahir berbahasa Jerman tanpa mengerti arti dari kata-kata yang dilemparkannya. remaja-remaja masjid Jami Nurulhidayah saat itu menggelar turnamen street football 3-on-3 yang bertempat di lapangan yang dimodifikasi dari sawah dan rawa yang mengering, human creativity knows no boundaries kalau kata Karl Marx di bukunya yang tidak boleh dibaca siapapun, bola yang digunakan pun berupa bola plastik yang sudah kempes sehingga tendangan dapat dikontrol secara akurat, gawang dibuat dari struktur bambu yang dipasang sedemikian rupa dengan ukuran presisi dengan tinggi 1.5 meter dan lebar 1.7 meter tanpa adanya jaring, pemain dilarang memakai sepatu karena bermain di sawah berpotensi merusak sepatu, lagu Celebrate the Day dinyanyikan dengan lirik asal-asalan selama turnamen berlangsung, wasit pun hanya dari kalangan remaja masjid yang sukarela memimpin pertandingan bermodal bunyi peluit yang diteriakan dari mulut, tidak ada waktu resmi berjalannya pertandingan tapi siapapun yang berhasil mencetak tiga gol, dialah yang menang, pendaftarannya pun sangat murah, hanya 5000 rupiah per tim anda sudah dapat minum air galon gratis dan hadiah ayam bakar bagi tim pemenang, setiap tim memiliki komposisi yang sama yaitu satu kiper dan dua striker, jika dipandang dari segi taktik sebenarnya skema ini sangat riskan apabila menerima serangan balik. Tim saya melaju ke final dengan mulus meski mengalami kekalahan di pertandingan pertama babak grup, di partai final tim kami ditahan imbang setelah berjam-jam bermain dan wasit yang sudah tidak sabar harus mengakhiri pertandingan ini dengan adu pinalti, dua penendang pertama tim saya sukses mengonversi tendangan menjadi gol begitu juga tim lawan yang ketiga pemainnya sukses menjebol gawang dari titik putih yang sebenarnya tidak bertitik karena lapangannya dibentuk dari mantan sawah, saya penendang terakhir dan sangat diandalkan oleh kawan saya karena saya merupakan mantan bek SSB Benteng Taruna yang berafiliasi dengan klub kebanggan kota kami, Persita, ketika saya kelas 2 SD. Sebagai pendukung Inggris sejati, saya menendang bola dengan keras sampai melewati mistar gawang, ayam bakar gagal kami menangkan dan uang pendaftaran kami sia-sia. C'est La Vie.

Pada piala dunianya? saya kembali patah hati setelah Rooney menginjak biji Carvalho dan Inggris dikalahkan oleh Portugal di adu pinalti. Kiper Portugal, Ricardo, bahkan tidak perlu memakai sarung tangannya menghadapi pinalti Inggris. Kejadian unik terjadi di final piala dunia. Berbau suasana ramadhan, kami sekeluarga menyaksikan tandukan maut Zidane kepada Materazzi yang berbuah kekalahan bagi Prancis. Sakit melihat pemain favorit saya di piala dunia tersebut harus pensiun dengan akhir yang buruk. Hidup memang berat dan penuh kejahatan, dari pertandingan itu saya belajar bahwa setiap orang yang baik memiliki sisi buruk di hidup mereka. Hidup juga tidak adil, meskipun hidup itu adil, semua orang tidak diberi keadilan dalam hidup. Piala dunia memang memiliki banyak pelajaran yang tidak diajarkan di sekolah ataupun madrasah manapun. Pada akhirnya, tandukan Zidane hanya menjadi meme Internet belaka, ciyan.

Piala dunia 2010 sedikit hambar karena saya duduk di bangku SMP. Saya menikmati piala dunia dengan bentuk apresiasi lain. Tidak ada lagi latah-latah bola karena masing-masing teman dan saya sendiri sibuk dengan kawan-kawan di sekolah. Pembicaraan pun hanya sekedar ulasan dan hasil pertandingan dengan kawan-kawan tongkrongan saya di SMP dengan sedikit makian kepada kawan pendukung tim yang kalah. Yang unik dari piala dunia ini adalah munculnya twitter yang memungkinkan saya untuk beradu makian dengan teman-teman saya di dunia maya secara real time tanpa tatap muka. Masa-masa ini merupakan masa yang sulit karena kami sedang menginjak masa remaja meskipun tidak ada hubungannya dengan piala dunia. Inggris melaju dengan empot-empotan meskipun segrup dengan Algeria dan Slovenia dan harus bertemu Jerman di babak penyisihan. Sebuah sundulan dari Upson, pemain yang saya kenal dari Football Manager, merobek gawang Neuer dan membuat pendukung Inggris di seluruh dunia bersorak meskipun di babak pertama skor sudah 1-2 untuk keunggulan Jerman tetapi kami tetap optimis, lalu di akhir babak pertama, saya kembali patah hati setelah tendangan spekulatif Frank Lampard mengenai mistar gawang dan mantul melewati garis gawang, saat itu saya bermodal handphone Sony Ericsson W200i yang dibeli menggunakan uang lebaran setahun yang lalu langsung membuka twitter dan menulis rangkaian kata-kata optimistis bahwa Inggris akan menang. Akan tetapi manusia bolah berencana tapi Tuhan yang menentukan, gol Lampard tidak disahkan wasit, menurutnya bola belum melewati garis dan tidak dianggap sebagai gol, pada saat itu malaikat Atid sibuk mencatat berbagai makian yang dikeluarkan pendukung Inggris, kakak saya yang tidak antusias menonton sepakbola sampai keluar dari kamarnya untuk menonton saking penasarannya. Inggris digulung Jerman dengan skor 4-1, saya tetap depresi, dan dunia berjalan sebagaimana biasa.

Final piala dunia tersebut menghadirkan tim penjajah melawan bintang dunia, Belanda melawan Spanyol di waktu Indonesia bagian sahur, karena sudah mendekati lebaran maka santao sahur waktu itu bermenu indomie rebus. Kami sekeluarga menonton langsung di televisi, lengkap dengan kakak saya yang terpaksa menonton karena harus sahur. Kami disuguhkan permainan yang keras dan kasar, adik saya yang belum cukup umur tidak diperbolehkan menonton, karena dia juga belum diperbolehkan ikut puasa. Gol manis Iniesta di perpanjangan waktu mengakhir pertandingan tersebut, saya sebagai pihak netral tidak banyak berkomentar karena saya ketiduran di akhir-akhir pertandingan. Pertandingan tersebut mengajarkan saya untuk mempersiapkan diri lebih baik sebelum final agar tidak ketiduran.

Brazil 2014, Ramadhan tiba bersamaan dengan datangnya piala dunia, pesan maaf yang biasa bermunculan sebelum ramadhan berubah menjadi marhaban ya ban-balan, pertandingan-pertandingan dimainkan di waktu sahur sampai subuh yang berarti malam jadi siang dan siang jadi malam, kasur-kasur portable digelar di depan TV dan autan menjadi komoditas utama selama sebulan. Saya lulus SMA tahun itu dan piala dunia merupakan pengisi post-UN syndrome saya sembari mencari-cari kampus baru. Kegiatan ibadah nongkrong menjadi pengisi waktu libur saya, sialnya Ramadhan tiba saat piala dunia yang menjadikan kegiatan nongkrong tidak efektif karena tidak bisa merokok sambil ngopi di Warkop Aa, alhasil pembahasan pertandingan piala dunia dilakukan di malam hari selepas taraweh atau di media sosial baru bernama Path yang sekarang sudah tidak laku. Berbagai godaan di bulan ramadhan muncul ketika juru kamera piala dunia memainkan skill mereka mencari pendukung-pendukung sexy. Menjadi pendukung Inggris di tahun itu memang sulit, Inggris dipermalukan di babak grup dan tidak lolos ke penyisihan. Dunia kembali muram dan saya kembali depresi sembari mencari-cari tim baru untuk didukung. Pada piala dunia ini saya hidup di depan TV, berbagai macam cemilan dan minuman ringan berjejer berantakan depan kasur yang saya gelar. Saya menyaksikan hampir semua pertandingan piala dunia meski terkantuk-kantuk, di situlah gunanya kasur di depan TV.

Jerman sedang gila-gilanya setelah Spanyol mengalami kutukan mantan juara dan harus tersingkir di babak grup. Tahun 2014 memang tahunnya kiper dengan Keylor Navas, Guillermo Ochoa, dan Tim Howard merangkap sebagai menteri pertahanan masing-masing negara mereka. Belanda yang diisi pemain-pemain muda juga menjadi kejutan setelah berhasil masuk babak semi final dan dikalahkan Argentina lewat adu pinalti, begitu juga Kolombia yang dimanjakan dengan suplai-suplai dari kartel Escobar, piala dunia ini sangat berwarna dan sangat menarik untuk ditonton. Di partai final, saya menginap di rumah teman bersama inner circle saya semasa SMA, seperti biasa bukan sleep over namanya jika tidak bermain Fifa di PS bersama kawan-kawan ditemani cemilan-cemilan yang secara cuma-cuma disediakan oleh tuan rumah. Pertandingan berjalan dengan sangat membosankan sehingga masing-masing kami sibuk dengan dunianya, ada yang membuka instagram terus menerus, ada yang bermain Clash of Clans dan Modoo Marble, ada juga yang membuka situs porno secara diam-diam meski di bulan ramadhan, bahkan ketika Gotze mencetak gol spektakulernya di perpanjangan waktu, beberapa dari kami tidak memperhatikan dan harus melihat gol tersebut lewat replay, pada akhirnya Jerman juara dan kami berpisah antara satu sama lain karena harus kuliah di daerah yang berbeda-beda. Piala dunia ini mengajarkan saya bahwa tidak ada yang abadi, karena yang abadi hanyalah bagelen dan toko bangunan.

Di penghujung piala dunia 2018 ini, saya meminta maaf kepada semua orang yang pernah saya sakiti hati maupun fisiknya, semoga kita semua dapat dipertemukan lagi di tahun 2022, semoga amalan baik orang-orang yang tidak sempat menyelesaikan piala dunia 2018 diterima dan dosanya diampuni Tuhan Yang Maha Pengampun. Akhir kata semoga anda terhibur membaca tulisan di atas, saya Jalu Bimasakti, salam #ItsComingHome dan salam Kroasia!

Jumat, 02 Februari 2018

Praktis Tapi Dibenci: Angkot

Sejak masuk SMP tahun 2008, saya erat dengan mikrolet atau yang sering disebut angkot. Hell man, dulu pernah bela-belain ngangkot dari rumah di Cipondoh ke Plaza BSD demi nyari Converse diskonan di Sport Warehouse. Budaya ngangkot ini bertahan sampai kelas 2 SMA karena Ayah beli motor Mio yang boleh dipakai untuk ke sekolah. Lulus SMA, kuliah di Bandung dan belum punya motor, walhasil ya kembali ngangkot ke mana-mana walaupun tidak pernah ke mana-mana ngangkot karena kalau mau ke mana-mana ada kawan yang bisa ditebengin ke mana-mana. Setelah dua tahun nirkendaraan-pribadi, awal tahun 2016 Ayah kembali memberi motor Mio sebagai pelicin motivasi biar rajin latihan karena waktu itu tidak disangka-sangka bisa diajak latihan Pelatda PON. Cerita saya dan angkot berakhir di situ karena sekarang punya kendaraan pribadi dan secara langsung berkontribusi terhadap kemacetan Kota Bandung, Nuhun Kang Emil.

Momentum saya diberi kendaraan pribadi ternyata secara coincidence bertepatan dengan lahirnya sentimen anti-angkot, atau ya menurutku begitu, yang muncul di masyarakat Kota Bandung, apalagi dengan munculnya ojek online (ojol) yang praktis dan terkesan futuristik (atau orang Indonesia aja yang kuno). Angkot mulai sepi penumpang, dan hal ini pernah diutarakan langsung sama supir angkot sendiri saat saya ngangkot dari rumah ke Terminal Leuwipanjang. Supir angkot yang saya tidak tahu namanya (dan malas nanya) bilang bahwa tendensinya untuk ngetem akan semakin sering karena penumpang mulai sepi, penumpang yang sepi berarti pendapatan menurun, dan menurut logikanya untuk menambah jumlah pendapatannya, ia harus sering ngetem agar penumpang banyak terjaring.

Angkot sebenarnya masih menjadi transportasi umum yang praktis dan masuk akal digunakan di Jabodetabek dan Bandung karena jalan di kota-kota tersebut relatif kecil dibanding di kota metropolitan negara lain. Ukurannya yang relatif kecil dibanding transportasi umum lain membuat mereka bisa bergerak leluasa di jalanan metropolitan. Pengoperasiannya pun tidak sulit karena pada dasarnya, angkot adalah mobil golongan I yang dirombak sedemikian rupa menjadi transportasi umum. Angkot juga tidak membutuhkan platform khusus untuk menaik-turunkan penumpang karena pada dasarnya mereka adalah mobil pada umumnya. Dibanding dengan kereta yang membutuhkan stasiun atau bus transjakarta yang membutuhkan shelter khusus.

Lantas mengapa angkot begitu dibenci dan ketiadaannya diamini oleh pengguna jalan lainnya? Faktanya, waktu tempuh dari Kiaracondong ke Jatinangor lebih cepat ketika para supir angkot mogok kerja dibanding ketika angkot-angkot beroperasi. Untuk mengetahui hal itu, coba tengok Kota Bogor yang memiliki populasi angkot lebih banyak dibanding manusianya. Jumlah Angkot di Jabodetabek sendiri menurut Katadata pada tahun 2015 mencapai 24 ribu unit dan diharapkan berkurang. Angkot sudah terlalu banyak dan membanjiri kota tanpa adanya peraturan yang tegas akan pembatasan jumlahnya. Pemerintah hanya bisa mengontrol status angkot-angkot tersebut lewat Dinas Perhubungan yang memperbolehkan atau tidaknya sebuah angkot beroperasi. Angkot sendiri dimiliki oleh pengusaha-pengusaha swasta atau pribadi dan sama sekali bukan milik pemerintah. Dengan begitu, saya dan masyarakat umum pun apabila memiliki izin usaha dan uang yang cukup bisa menjalankan usaha trayek angkot sesuai ketentuan Dishub tanpa adanya peraturan tentang jumlah unit yang jelas. Mungkin ini yang disebut Free Market. Hal tersebut membuat jumlah angkot begitu banyak dan tidak terkontrol.

Selain tidak bisa dikontrol jumlahnya, hal yang paling sering dikeluhkan oleh pengguna jalan lain termasuk saya adalah cara mengemudi para oknum supir angkot yang tidak beretika. Kadang membahayakan pengguna jalan lain, penumpang, dan dirinya sendiri. Tendensi untuk ugal-ugalan ini juga berakar dari perebutan penumpang antar angkot. Dengan mendahului angkot lainnya, mereka dapat merebut calon penumpang, tentu dengan berbagai resiko yang ditanggung oleh sang supir. Selain itu, angkot sendiri memiliki tendensi untuk menunggu penumpang dalam jangka waktu yang lama, sangat lama, dan kadang menutupi ruas jalan. Bisa dilihat di depan TangCity Mall di mana angkot memakan hampir setengah ruas Jalan Jenderal Sudirman dan mengakibatkan kemacetan yang sebenarnya bisa ditangani dengan mudah.

Supir angkot sendiri diharuskan memiliki SIM A Umum, Kartu Tanda Anggota, Kartu Pengawasan, serta seragam yang jelas. Pada kenyataannya, banyak supir angkot yang tidak memiliki salah satu bahkan semua kelengkapan tersebut. Dari pengalaman pribadi saya sendiri, beberapa supir angkot bahkan belum berumur 17 tahun apalagi memiliki SIM. Banyak juga terdapat supir yang tidak terdaftar di manapun, bisa disebut supir tembak. Supir tembak sendiri menggunakan angkot milik orang lain meskipun dirinya tidak terdaftar dalam angkot tersebut, mungkin mereka menggantikan kawannya yang berhalangan untuk bekerja, mari berpikir positif. Akan tetapi, dengan adanya supir yang tidak memiliki izin dan segala macamnya, akan lebih sulit untuk dikontrol apabila terjadi tindak kriminalitas dan pelanggaran lain. 

Bicara soal kriminalitas, meskipun tidak ada data yang up-to-date tetapi pada akhir 2012 sendiri dilansir dari Republika.co.id, terdapat 24 kejadian yang melibatkan angkot di Jakarta dan berita mengenai tindak kriminal di angkot dapat ditemui sehari-hari di koran-koran lokal kota. Selain kriminalitas, angkot juga relatif tidak nyaman dibanding transportasi umu lainnya. Supir kadang memaksakan kehendak dengan menempatkan penumpang layaknya barang, berdesak-desakan dan bersempit-sempitan seperti ikan asin dalam peti. Kadang, satu unit angkot dapat menampung 15 penumpang, bisa juga lebih! Belum lagi unit yang sudah tidak layak tetapi masih dipertahankan untuk beroperasi. Saya pernah naik angkot yang hampir tidak memiliki suspensi yang layak, yang jelas dengan jalan di Indonesia yang banyak bergelombang, penumpang tidak merasakan pengalaman yang baik dalam angkot tersebut.

Meskipun banyak hal negatif yang dimiliki angkot, mereka tetap menjadi transportasi paling efektif di jalanan kota. Untuk berbagai kalangan juga angkot tetap menjadi andalan untuk berpergian dari titik A ke titik B. Angkot juga murah meskipun harga ongkos yang ditetapkan oleh sang supir selalu menjadi tanda tanya besar penumpang. Kemampuan analisa supir angkot dalam menentukan tarif patut diacungi jempol dan tidak bisa ditandingi siapapun. Angkot juga menjangkau hampir setiap sudut kota karena kepraktisannya, hal yang belum bisa ditandingi oleh transportasi umum lain seperti bis kota apalagi kereta. Angkot tetap dibutuhkan, meskipun dibenci. Beberapa bulan lalu saja ketika supir angkot mogok kerja, pemerintah harus mengeluarkan usaha lebih untuk menggantikan peran angkot, bukti bahwa angkot tetap memiliki permintaan meskipun semakin mengecil.

Menurut saya, angkot merupakan moda transportasi yang ketinggalan zaman. Ketika bangsa lain sudah memiliki moda transportasi yang lebih maju dan lebih aman, kita terlena dengan adanya angkot. Kita tidak akan menemukan semacam Angkot di Singapura apalagi di New York. Pemerintah harus segera mencari solusi permasalahan ini. Ketidaknyamanan angkot sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Tanpa adanya transportasi umum yang nyaman dan sepraktis angkot, masyarakat (dan saya) akan tetap menggunakan kendaraan pribadi yang menyumbang polusi dan kemacetan secara langsung.

Solusi yang paling praktis sebenarnya adalah akuisisi angkot oleh pemerintah. Jadikan angkot sebagai transportasi umum milik pemerintah, dengan begitu jumlah dan kualitasnya bisa dikontrol. Tinggal bagaimana pemerintah bisa bernegosiasi dengan pengusaha-pengusaha angkot. Solusi yang lebih radikal adalah dengan cara mengganti angkot dengan moda transportasi yang lebih layak dan modern. Yang perlu dipikirkan adalah bagaimana cara memperbaiki moda transportasi umum yang ada tanpa mengorbankan supir-supir angkot yang kebanyakan tidak memiliki skill lain karena pada dasarnya merekapun butuh pendapatan yang layak dan kehidupan yang sejahtera.

Selasa, 09 Januari 2018

Saya Memilih Golput Karena Saya Punya Hak Untuk Memilih

Tulisan ini tidak mengajak anda untuk ikut Golongan Putih (Golput), tulisan ini hanya berisi alasan kenapa saya memilih Golput pada Pilkada 2018. Saya warga Kota Bandung, KTP saya Bandung, dan saya punya hak memilih gubernur baru Jawa Barat pada bulan Juni nanti, tetapi saya memilih untuk tidak menggunakan hak saya nanti.

Jawa Barat memiliki luas wilayah kedua terbesar di Pulau Jawa setelah Jawa Timur, dengan penduduk sebanyak 46,4 juta penduduk di tahun 2017 dan pada pilkada edisi sebelumnya, di tahun 2013, sebanyak 32,5 juta orang memiliki hak pilih. Jumlah tersebut belum termasuk saya yang baru memiliki KTP Jawa Barat pada tahun 2016. Hampir dipastikan jumlah tersebut akan bertambah seiring bertambahnya penduduk Jawa Barat yang pada tahun 2013 berjumlah 46.2 juta penduduk.

Jawa Barat juga salah satu daerah yang memiliki potensi ekonomi besar dan memiliki angka pertumbuhan ekonomi lebh baik dibanding angka nasional, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat berada di angka 5,2%-5,6% pada triwulan III 2017 sementara angka nasional ada pada 5,06%. Jawa Barat juga berkontribusi terhadap PDB nasional sebesar 14,33%. Letak geografis Jawa Barat sangat strategis yaitu dekat dengan Ibukota dengan infrastruktur yang terbilang cukup memadai, bahkan akan memiliki bandara internasional baru yang beroperasi 2018 dan diharapkan akan mendongkrak investasi serta pengunjung ke Jawa Barat. Jawa Barat memang sangat menggiurkan bagi siapa saja yang ingin naik menjadi penguasa.

Sejauh ini, ada empat pasangan cagub-cawagub yang siap dipilih pada pilkada mendatang dan keempatnya diusung oleh partai atau koalisi partai yang berbeda (of course, doh), dan saya belum siap memilih pemimpin baru yang di-backing oleh partai politik. Pada Pemilu 2014, saya memilih ikut golput, karena saya tahu output dari berpolitik adalah mendapatkan kekuasaan, dan dari kekuasaan tersebut, pihak yang menduduki kursi kekuasaan akan mengatur sedemikian rupa peraturan dan undang-undang yang akan memberi keuntungan atau melancarkan kepentingan pihak mereka, dan dengan alasan yang sama, saya juga akan golput pada Pilkada 2018.

Ekonomi Jawa Barat beserta sumber dayanya sangat potensial, dari situ pasti ada pihak yang tergiur dengan kekayaan Jawa Barat, muncul kepentingan-kepentingan berbagai pihak untuk mengeksploitasi besarnya potensi di Jawa Barat. Dengan menjadi penguasa, jalan untuk mengeruk kekayaan di provinsi tersebut akan menjadi lebih mudah. Pihak mana lagi yang akan mendapatkan keuntungan apabila pemimpin baru terpilih kalau bukan dari partai pengusungnya? Apalagi biaya kampanye yang dikeluarkan sangat besar, bagaimanapun modal harus balik bahkan harus untung. Dari situ muncul berbagai cara untuk memuluskan jalan memuaskan hasrat kepentingan, peraturan dan undang-undang sesungguhnya dibuat bukan demi rakyat tetapi demi hasrat kepentingan fraksi yang mengeluarkan peraturan tersebut, berbagai perizinan yang dinilai merusak alam bahkan merusak kepentingan rakyat dipermudah demi memberi makan kepentingan partai pengusung. Saya bisa bilang bahwa semua partai politik sama saja karena pada teori dan kenyataannya, output dari kegiatan politik adalah memuluskan berbagai kepentingan. Pemimpin yang baru pada akhirnya hanya menjadi perpanjangan tangan partai pengusungnya saja.

Yang paling saya tidak suka dari so-called pesta demokrasi di Indonesia adalah cara-cara yang ditempuh partai-partai politik demi meraih kekuasaan. Rakyat dipecahbelah menggunakan berbagai narasi yang sistematis untuk menjatuhkan calon-calon yang berseberangan. Dosa-dosa calon pemimpin yang diusung oleh partai politik yang berseberangan akan dibuat, disusun, dan dipublikasikan sedemikian rupa sehingga rakyat manut-manut saja. Suasana seperti ini tidak akan hilang setelah pemilihan selesai dan pemimpin baru terpilih, berbagai cara untuk menghancurkan pemimpin baru tersebut akan terus dilakukan sampai pemilihan selanjutnya. Rakyat telanjur terpecah, muncul kelompok-kelompok yang akan menolak kelompok-kelompok lain dalam berbagai aspek sehari-hari. Fokus dari sebuah kampanye seharusnya bukan mengekspose kejelekan lawan melainkan mempromosikan apa saja yang bisa ditawarkan kepada rakyat.

Rakyat Indonesia tidak bodoh, semua tahu tentang adanya berbagai kepentingan dibalik pencalonan kepala daerah atau kepala negara, tetapi rakyat hanya pasrah memilih pilihan yang dirasa less-evil karena tidak ada pilihan lain.

Apapun pilihan yang saya pilih merupakan hak saya sampai disusunnya rancangan HAM baru di mana golput bukan merupakan hak manusia. Sebelum hal itu terjadi, saya akan tetap golput apabila pilihan yang diberikan tidak cocok dengan hati saya. Akan tetapi, saya tidak menyuruh anda untuk ikut bersama saya. Saya percaya semua orang bebas menentukan pilihannya sendiri asalkan tidak mengganggu hak orang lain. Mau anda memilih atau tidak juga tidak akan berdampak besar kepada kehidupan sebagian besar masyarakat lain, karena pada akhirnya siapapun yang berkuasa akan tetap sujud di hadapan partai politik, dan kekuasaan mereka akan tetap digunakan demi kepentingan partai.

Pesan saya kepada KPUD Jawa Barat, baiknya tidak usah sediakan surat suara bagi orang seperti saya, pasti jumlahnya banyak. Jumlah pemakaian kertas dapat dikurangi, ongkos percetakan dan distribusi akan berkurang, dan biaya untuk Pilkada dapat dikurangi, dengan berkurangnya dana untuk Pilkada, dana yang dikorup oleh berbagai pihak juga akan berkurang, kan?

Sabtu, 07 Oktober 2017

Presiden Tidak Perlu Dipuji, Tapi Harus Diserang

Sebelum lanjut membaca tulisan ini lebih jauh, mari kita samakan dulu persepsi. Tugas wajib pemimpin negara adalah mensejahterakan rakyatnya dan bangsanya, ingat ini adalah tugas, dan tugas harus dikerjakan dan diselesaikan tepat waktu. Apabila gagal diselesaikan maka pemimpin tersebut terbilang gagal dan harus dievaluasi, tugas masyarakat lah yang mengevaluasi kerja pemimpin tersebut. Apabila tugas tersebut dapat diselesaikan maka kewajibannya sebagai pemimpin telah terpenuhi, dan kewajiban merupakan keharusan, tidak ada reward untuk seseorang yang telah melaksanakan kewajibannya.

Saya tahu tugas menjadi pemimpin sangatlah berat. Dalam agama yang saya anut, dosa besar bagi pemimpin apabila salah satu rakyatnya saja kelaparan, bayangkan bagaimana beratnya memimpin lebih dari 260 juta rakyat yang menurut Badan Pusat Statistik, 10,64% tergolong miskin pada tahun 2017, betapa berat pertanggungjawaban pemimpin kita kelak di akhirat nanti.

Apabila anda tidak setuju dengan dua paragraf di atas, ada baiknya anda tidak lanjut membaca tulisan ini karena perspektif kita sudah berbeda. Akan sulit bagi anda untuk mencerna tulisan saya.

Sebagai rakyat, seharusnya kita terus mengontrol kerja pemimpin-pemimpin kita. Selain mengontrol, kita juga harus menunjang dan melaksanakan program-program kerja yang dicanangkan oleh pemimpin-pemimpin kita. Tidak ada pemimpin yang berhasil tanpa rakyatnya yang aktif mendukung kerja pemimpin tersebut.

Sebaliknya, pemimpin seharusnya mendukung aktifitas kehidupan rakyatnya. Roda ekonomi tidak akan berputar apabila sektor-sektor pendukung ekonomi tersebut tidak menunjang. Pemimpin hanya cukup menunjang sektor-sektor pendukung tersebut. Misalnya, infrastruktur dan pra-sarana, jalan-jalan yang baik akan menunjang distribusi yang baik, pemerintah hanya cukup membuat jalan yang baik dan biarkan rakyatnya menggunakan jalan tersebut untuk kepentingan ekonomis. Infrastruktur yang baik akan menstimulasi rakyat untuk bergerak menciptakan bisnis-bisnis baru dan lapangan-lapangan pekerjaan baru, dengan begitu semua orang dapat memiliki pekerjaan dan ekonomi kerakyatan akan berjalan, negara dapat penghasilan yang cukup dan dapat digunakan untuk membuat sekolah-sekolah dan rumah sakit untuk kembali menunjang aktifitas rakyatnya.

Kebijakan-kebijakan yang dibuat juga harus berpihak pada rakyat. Permudah izin usaha, cabut subsidi tidak masalah asalkan jaminan kesehatan dan pendidikan selalu tersedia. Pajak jangan memberatkan pengusaha kecil, dan uang pajak harus digunakan untuk kebaikan rakyat.

Melihat premis-premis di atas, apakah presiden sekarang dapat dikatakan berhasil dalam melaksanakan kewajibannya?

Dengan masih tingginya angka kemiskinan, presiden belum dapat dikatakan berhasil melakukan tugasnya. Banyaknya orang yang menganggur atau sulit mendapatkan akses pekerjaan menjadi salah satu alasan mengapa masih banyak orang miskin di Indonesia, sebanyak 5,33% dari 131,55 juta angkatan kerja masih menganggur. Presiden juga gagal mempersatukan bangsa, terbukti dengan masih banyaknya konflik horizontal yang terjadi di penjuru negeri, pada periode 2015-2016 saja tercatat 1.568 kejadian yang berbau SARA, ini bukti bahwa rakyat masih belum teredukasi dengan baik dan belum sejahtera baik secara ekonomi maupun batin. 

Infrastruktur pun belum dikatakan memadai bagi rakyat. Masih banyak daerah-daerah yang masih belum bisa diakses, bahkan jalan-jalan yang ada pun masih tergolong buruk. Infrastruktur yang belum memadai akan menyulitkan distribusi logistik, kesulitan dalam pendistribusian tersebut akan berdampak pada tingginya harga-harga barang dan jasa, ditambah dengan sulitnya lapangan pekerjaan, rakyat akan tetap kesulitan dalam membeli dan mengakses kebutuhan-kebutuhan pokok. Memang sulit untuk mengurai masalah tersebut tanpa adanya infrastruktur yang menunjang kehidupan rakyat. Kesenjangan antar daerah juga tidak akan terselesaikan apabila pembangunan infrastruktur hanya terpusat di Indonesia bagian barat saja.

Masalah paling mendasar ada pada instansi-instansi pemerintahan yang masih menggelapkan uang negara. Presiden belum berhasil menyelesaikan masalah korupsi. Uang yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat malah masuk ke dalam kantong pribadi. Hal ini membuat rakyat semakin sengsara. 

Presiden tidak patut untuk dipuji. Presiden belum berhasil mensejahterakan rakyatnya. Rakyat tidak boleh terpesona dengan citra Presiden yang down to earth dan sederhana. Rakyat seharusnya terus menyerang presiden dengan kritik-kritik terhadap berbagai kebijakan yang presiden buat. Rakyat harus terus meminta Presiden untuk mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap rakyat. Tanpa adanya evaluasi dari rakyatnya, Presiden akan terus dibayangi dengan anggapan bahwa dirinya telah berhasil meskipun kenyataannya belum.

Meski begitu, banyak program-program yang nantinya diharapkan akan mensejahterakan rakyat khususnya dari sektor infrastruktur. Pembuatan jalan tol di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi diharapkan akan mempermudah distribusi barang dan membuka pekerjaan baru lewat mudahnya akses menuju kota-kota. Program Kartu Indonesia Sehat dapat mempermudah akses kesehatan bagi warga yang kurang mampu. Rakyat harus tetap mengawasi dan mengkritik kebijakan-kebijakan tersebut agar terus pada jalurnya. Rakyat juga harus tetap mendukung kinerja pemerintah untuk mensejahterakan rakyat. Serang pemerintah lewat kritik yang berisi dan membangun.

Keberhasilan pemerintah tidak boleh dipuji, karena itu merupakan kewajiban kepada rakyat. Tetapi kegagalan dari pemerintah harus terus diserang karena kewajiban rakyat lah untuk terus mengawasi kinerja pemerintah. Semoga Presiden dapat terus bekerja demi rakyat dan rakyat dapat sejahtera dan mendapatkan kehidupan yang layak karena pada UUD 1945 tercantum rakyat berhak mendapatkan kehidupan yang layak.


Senin, 21 Agustus 2017

Jalu's Coaching Diary: Walk Out Bukan Solusi

Atlet mana pun yang ingin menjadi terbaik dalam nomor olahraga yang ia mainkan harus memiliki mental yang kuat. Mental yang kuat meliputi attitude terhadap segala keganjilan dalam permainan. Atlet yang baik harus sadar bahwa permainan yang mereka mainkan memiliki unsur manusiawi di dalamnya, dan manusia tidak lepas dari kesalahan baik disengaja mau pun tidak. Wasit, ofisial pertandingan, tim lawan, supporter, sampai ballboy sekali pun merupakan manusia, dan merupakan bagian dari permainan. Atlet yang baik harus menyiapkan diri dari hal-hal yang akan terjadi dalam pertandingan, seburuk apa pun hal-hal tersebut.

Pada kaliber atlet nasional, mental adalah segala-galanya. Mental seorang atlet nasional adalah cerminan tidak langsung dari mental negara yang ia wakilkan, yang ia bawa nama baiknya. Apa yang atlet tersebut lakukan menjadi cerminan rakyat dari negara yang ia wakilkan tersebut. Apabila si atlet mudah menyerah dan mudah terintimidasi, maka secara tidak langsung menunjukkan bahwa rakyat negaranya mudah menyerah dan mudah terintimidasi.

Walkout dari sebuah pertandingan tentunya bukan jawaban dari sebuah tantangan. Sikap merasa dicurangi oleh perangkat pertandingan sebenarnya sah-sah saja, lagipula atlet juga manusia, tetapi menyiasati kecurangan tersebut seharusnya jadi motivasi atlet untuk memenangkan pertandingan. Bukankah lebih keren apabila seorang atlet dicurangi oleh perangkat pertandingan tetapi tetap berjuang untuk kemenangan? Apa lagi sampai bisa memenangkan pertandingan tersebut. Mental semacam inilah yang harusnya ditanamkan kepada atlet-atlet di dunia, khususnya Atlet Nasional Indonesia yang berlaga di ajang dunia. Kalah walkout karena merasa dicurangi bukanlah sesuatu yang terhormat, tidak ada kata terhormat bagi atlet yang menyerah. Apakah sepadan latihan bertahun-tahun hanya untuk walkout karena dicurangi perangkat pertandingan? Menurut saya tentu tidak, apalagi ketika satu tangan telah memegang medali emas yang diidamkan selama bertahun-tahun.

Memang ada rasa yang mengganjal apabila kita dicurangi oleh tim lawan atau perangkat pertandingan. Siapa pun yang menggeluti suatu disiplin olahraga dan pernah merasa dicurangi pasti merasakan. Apabila rasa yang mengganjal tersebut membuat seorang atlet ingin pergi dari pertandingan, maka ia tidak memiliki mental yang kuat, dan atlet yang tidak memiliki mental yang kuat seharusnya tidak pantas menjadi representasi sebuah negara di ajang internasional.

Biarlah lawan atau perangkat pertandingan bersikap curang. Atlet yang baik akan terus berjuang dan berusaha karena ia tahu arti dari sportifitas yang sesungguhnya. Mental keep fighting despite of everything harus ada dalam jiwa atlet mana pun. 

Mungkin inilah cerminan dari negara yang atlet tersebut wakilkan. Rakyatnya memang mudah menyerah, tidak ingin melawan keadaan, dan merasa bahwa kalah tanpa menyelesaikan pertarungan lebih terhormat dibanding kalah setelah bertarung habis-habisan. Atau mungkin ada yang salah dengan jiwa petarung atlet tersebut? Mungkin si pelatih hanya mengajarkan cara untuk menang dan tidak mengajarkan atletnya cara bertarung mati-matian dalam segala kondisi?

Kalah walkout adalah hal yang memalukan, lebih memalukan ketimbang dibantai habis-habisan oleh lawan. Kalah walkout adalah cara yang hina untuk menyelesaikan pertandingan. Memang sikap curang menodai asas sportifitas dalam suatu pertandingan, tetapi menyerah di tengah-tengah pertandingan karena merasa dicurangi menurut saya sudah merusak asas sportifitas.

Tulisan ini ditujukan kepada atlet atau pelatih mana pun yang pernah melakukan aksi walkout dalam segala level pertandingan.