Selasa, 09 Januari 2018

Saya Memilih Golput Karena Saya Punya Hak Untuk Memilih

Tulisan ini tidak mengajak anda untuk ikut Golongan Putih (Golput), tulisan ini hanya berisi alasan kenapa saya memilih Golput pada Pilkada 2018. Saya warga Kota Bandung, KTP saya Bandung, dan saya punya hak memilih gubernur baru Jawa Barat pada bulan Juni nanti, tetapi saya memilih untuk tidak menggunakan hak saya nanti.

Jawa Barat memiliki luas wilayah kedua terbesar di Pulau Jawa setelah Jawa Timur, dengan penduduk sebanyak 46,4 juta penduduk di tahun 2017 dan pada pilkada edisi sebelumnya, di tahun 2013, sebanyak 32,5 juta orang memiliki hak pilih. Jumlah tersebut belum termasuk saya yang baru memiliki KTP Jawa Barat pada tahun 2016. Hampir dipastikan jumlah tersebut akan bertambah seiring bertambahnya penduduk Jawa Barat yang pada tahun 2013 berjumlah 46.2 juta penduduk.

Jawa Barat juga salah satu daerah yang memiliki potensi ekonomi besar dan memiliki angka pertumbuhan ekonomi lebh baik dibanding angka nasional, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat berada di angka 5,2%-5,6% pada triwulan III 2017 sementara angka nasional ada pada 5,06%. Jawa Barat juga berkontribusi terhadap PDB nasional sebesar 14,33%. Letak geografis Jawa Barat sangat strategis yaitu dekat dengan Ibukota dengan infrastruktur yang terbilang cukup memadai, bahkan akan memiliki bandara internasional baru yang beroperasi 2018 dan diharapkan akan mendongkrak investasi serta pengunjung ke Jawa Barat. Jawa Barat memang sangat menggiurkan bagi siapa saja yang ingin naik menjadi penguasa.

Sejauh ini, ada empat pasangan cagub-cawagub yang siap dipilih pada pilkada mendatang dan keempatnya diusung oleh partai atau koalisi partai yang berbeda (of course, doh), dan saya belum siap memilih pemimpin baru yang di-backing oleh partai politik. Pada Pemilu 2014, saya memilih ikut golput, karena saya tahu output dari berpolitik adalah mendapatkan kekuasaan, dan dari kekuasaan tersebut, pihak yang menduduki kursi kekuasaan akan mengatur sedemikian rupa peraturan dan undang-undang yang akan memberi keuntungan atau melancarkan kepentingan pihak mereka, dan dengan alasan yang sama, saya juga akan golput pada Pilkada 2018.

Ekonomi Jawa Barat beserta sumber dayanya sangat potensial, dari situ pasti ada pihak yang tergiur dengan kekayaan Jawa Barat, muncul kepentingan-kepentingan berbagai pihak untuk mengeksploitasi besarnya potensi di Jawa Barat. Dengan menjadi penguasa, jalan untuk mengeruk kekayaan di provinsi tersebut akan menjadi lebih mudah. Pihak mana lagi yang akan mendapatkan keuntungan apabila pemimpin baru terpilih kalau bukan dari partai pengusungnya? Apalagi biaya kampanye yang dikeluarkan sangat besar, bagaimanapun modal harus balik bahkan harus untung. Dari situ muncul berbagai cara untuk memuluskan jalan memuaskan hasrat kepentingan, peraturan dan undang-undang sesungguhnya dibuat bukan demi rakyat tetapi demi hasrat kepentingan fraksi yang mengeluarkan peraturan tersebut, berbagai perizinan yang dinilai merusak alam bahkan merusak kepentingan rakyat dipermudah demi memberi makan kepentingan partai pengusung. Saya bisa bilang bahwa semua partai politik sama saja karena pada teori dan kenyataannya, output dari kegiatan politik adalah memuluskan berbagai kepentingan. Pemimpin yang baru pada akhirnya hanya menjadi perpanjangan tangan partai pengusungnya saja.

Yang paling saya tidak suka dari so-called pesta demokrasi di Indonesia adalah cara-cara yang ditempuh partai-partai politik demi meraih kekuasaan. Rakyat dipecahbelah menggunakan berbagai narasi yang sistematis untuk menjatuhkan calon-calon yang berseberangan. Dosa-dosa calon pemimpin yang diusung oleh partai politik yang berseberangan akan dibuat, disusun, dan dipublikasikan sedemikian rupa sehingga rakyat manut-manut saja. Suasana seperti ini tidak akan hilang setelah pemilihan selesai dan pemimpin baru terpilih, berbagai cara untuk menghancurkan pemimpin baru tersebut akan terus dilakukan sampai pemilihan selanjutnya. Rakyat telanjur terpecah, muncul kelompok-kelompok yang akan menolak kelompok-kelompok lain dalam berbagai aspek sehari-hari. Fokus dari sebuah kampanye seharusnya bukan mengekspose kejelekan lawan melainkan mempromosikan apa saja yang bisa ditawarkan kepada rakyat.

Rakyat Indonesia tidak bodoh, semua tahu tentang adanya berbagai kepentingan dibalik pencalonan kepala daerah atau kepala negara, tetapi rakyat hanya pasrah memilih pilihan yang dirasa less-evil karena tidak ada pilihan lain.

Apapun pilihan yang saya pilih merupakan hak saya sampai disusunnya rancangan HAM baru di mana golput bukan merupakan hak manusia. Sebelum hal itu terjadi, saya akan tetap golput apabila pilihan yang diberikan tidak cocok dengan hati saya. Akan tetapi, saya tidak menyuruh anda untuk ikut bersama saya. Saya percaya semua orang bebas menentukan pilihannya sendiri asalkan tidak mengganggu hak orang lain. Mau anda memilih atau tidak juga tidak akan berdampak besar kepada kehidupan sebagian besar masyarakat lain, karena pada akhirnya siapapun yang berkuasa akan tetap sujud di hadapan partai politik, dan kekuasaan mereka akan tetap digunakan demi kepentingan partai.

Pesan saya kepada KPUD Jawa Barat, baiknya tidak usah sediakan surat suara bagi orang seperti saya, pasti jumlahnya banyak. Jumlah pemakaian kertas dapat dikurangi, ongkos percetakan dan distribusi akan berkurang, dan biaya untuk Pilkada dapat dikurangi, dengan berkurangnya dana untuk Pilkada, dana yang dikorup oleh berbagai pihak juga akan berkurang, kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar