Jumat, 13 Juli 2018

Piala Dunia: Sebuah Nostalgia

Selama kurang lebih 22 tahun hidup, saya sudah mengalami enam kali piala dunia, memang bukan jumlah yang fantastis ketimbang rekan-rekan dan saudara-saudara yang umurnya tinggal dikit lebih tua, tetapi alhamdulillah sampai sekarang masih rutin nonton bola apalagi piala dunia.


Being an England fan memang harus selalu siap patah hati, hal itu saya alami sejak resmi dibaiat menjadi pendukung Inggris pada 2002. Saya memang pendukung Inggris karena saya mengidolakan Michael Owen dan David Beckham, coincidentally David Beckham juga bermain di klub favorit sepanjang masa dan hidup mati saya, Manchester United. Saya lebih dulu didoktrin menjadi pendukung MU oleh Om lewat CD dan poster-poster berbau MU yang dihibahkan, keluarga saya memang pendukung MU dan Inggris jadi anda tahu mengapa saya demikian. 2002 ketika Ronaldinho mengadali Seaman di perempat final adalah patah hati saya yang pertama dalam hidup. Saya tidak menangis, saya hanya murung dan mogok makan di sisa hari-hari piala dunia, ketika dibawa ke Dokter, dia bilang saya mengidap penyakit yang sama seperti rekan-rekan pendukung Inggris lainnya dan hanya bisa disembuhkan apabila Inggris juara turnamen apapun. 

But that heartbreak won't last long though, saya sebagai pecinta bola sejati sangat antusias menonton piala dunia, keluarga kami memang pecinta berat olahraga, gen kompetitif memang mendarah daging di keluarga kami, jadi saya tidak kaget apabila saya sering dibandingkan dengan saudara saya yang penuh prestasi dan penghargaan. Pada partai final antara Jerman melawan Brasil, kami sekeluarga besar H. Paino Daslan melakukan ibadah nobar di rumah Kakek di Cikokol, Tangerang, makanan yang wajib ketika itu adalah rebus-rebusan ala-ala sukiyaki yang dibuat langsung oleh Kakek yang dulu pernah berkunjung ke Jepang, terjadi konflik besar di keluarga kami waktu itu, Nenek saya pendukung berat Jerman dan hafal betul bagaimana Michael Ballack dan Miro Klose bermain sementara Kakek lebih suka gocekan-gocekan samba khas Brasil yang dipromosikan oleh Ronaldinho dan Ronaldo, untungnya konflik tersebut tidak berujung kepada pisah ranjang, alhamdulillah mereka masih akur sampai sekarang. Momen berkumpul dengan keluarga, makan-makan dan nobar memang saya rindukan, final 2014 saya habiskan menginap di rumah teman sambil mengunyah snack-snack bungkusan dari toko swalayan. Saya rindu menonton pertandingan bersama keluarga, tapi yang paling saya rindukan adalah sukiyaki khas Kakek saya.

Semasa kecil, saya dan ma homies on my hood selalu latah tren televisi dan current affairs. Ketika Piala Uber-Thomas disiarkan di TV, kami bermain badminton di depan rumah, ketika Benteng Takeshi sedang ramai di TV, kami bermain dengan berbagai rintangan-rintangan di depan rumah, ketika Olimpiade musim dingin tiba, kami bermain ski dan perang bola salju di depan rumah, dan ketika dua buah pesawat menabrak WTC, kami mencoba membajak pesawat di depan rumah, oke yang dua terakhir memang dibuat-buat tetapi anda tahu apa yang saya bicarakan, rumah saya memang memiliki halaman depan dengan ruang terbuka yang luas dan terdapat banyak pohon, saya tinggal di perkampungan dan saya bersyukur memiliki kesempatan untuk berlari-lari mengejar layangan dan memanjat pohon dengan bebas dari ba'da zuhur sampai azan maghrib tiba, mungkin dari situ mekanik-mekanik saya terbentuk dan akhirnya bisa mahir dalam berbagai olahraga.

Momen piala dunia 2006 memang pas bagi homies saya apalagi saat itu piala dunia berlangsung di Jerman dan 3/4 homies saya mahir berbahasa Jerman tanpa mengerti arti dari kata-kata yang dilemparkannya. remaja-remaja masjid Jami Nurulhidayah saat itu menggelar turnamen street football 3-on-3 yang bertempat di lapangan yang dimodifikasi dari sawah dan rawa yang mengering, human creativity knows no boundaries kalau kata Karl Marx di bukunya yang tidak boleh dibaca siapapun, bola yang digunakan pun berupa bola plastik yang sudah kempes sehingga tendangan dapat dikontrol secara akurat, gawang dibuat dari struktur bambu yang dipasang sedemikian rupa dengan ukuran presisi dengan tinggi 1.5 meter dan lebar 1.7 meter tanpa adanya jaring, pemain dilarang memakai sepatu karena bermain di sawah berpotensi merusak sepatu, lagu Celebrate the Day dinyanyikan dengan lirik asal-asalan selama turnamen berlangsung, wasit pun hanya dari kalangan remaja masjid yang sukarela memimpin pertandingan bermodal bunyi peluit yang diteriakan dari mulut, tidak ada waktu resmi berjalannya pertandingan tapi siapapun yang berhasil mencetak tiga gol, dialah yang menang, pendaftarannya pun sangat murah, hanya 5000 rupiah per tim anda sudah dapat minum air galon gratis dan hadiah ayam bakar bagi tim pemenang, setiap tim memiliki komposisi yang sama yaitu satu kiper dan dua striker, jika dipandang dari segi taktik sebenarnya skema ini sangat riskan apabila menerima serangan balik. Tim saya melaju ke final dengan mulus meski mengalami kekalahan di pertandingan pertama babak grup, di partai final tim kami ditahan imbang setelah berjam-jam bermain dan wasit yang sudah tidak sabar harus mengakhiri pertandingan ini dengan adu pinalti, dua penendang pertama tim saya sukses mengonversi tendangan menjadi gol begitu juga tim lawan yang ketiga pemainnya sukses menjebol gawang dari titik putih yang sebenarnya tidak bertitik karena lapangannya dibentuk dari mantan sawah, saya penendang terakhir dan sangat diandalkan oleh kawan saya karena saya merupakan mantan bek SSB Benteng Taruna yang berafiliasi dengan klub kebanggan kota kami, Persita, ketika saya kelas 2 SD. Sebagai pendukung Inggris sejati, saya menendang bola dengan keras sampai melewati mistar gawang, ayam bakar gagal kami menangkan dan uang pendaftaran kami sia-sia. C'est La Vie.

Pada piala dunianya? saya kembali patah hati setelah Rooney menginjak biji Carvalho dan Inggris dikalahkan oleh Portugal di adu pinalti. Kiper Portugal, Ricardo, bahkan tidak perlu memakai sarung tangannya menghadapi pinalti Inggris. Kejadian unik terjadi di final piala dunia. Berbau suasana ramadhan, kami sekeluarga menyaksikan tandukan maut Zidane kepada Materazzi yang berbuah kekalahan bagi Prancis. Sakit melihat pemain favorit saya di piala dunia tersebut harus pensiun dengan akhir yang buruk. Hidup memang berat dan penuh kejahatan, dari pertandingan itu saya belajar bahwa setiap orang yang baik memiliki sisi buruk di hidup mereka. Hidup juga tidak adil, meskipun hidup itu adil, semua orang tidak diberi keadilan dalam hidup. Piala dunia memang memiliki banyak pelajaran yang tidak diajarkan di sekolah ataupun madrasah manapun. Pada akhirnya, tandukan Zidane hanya menjadi meme Internet belaka, ciyan.

Piala dunia 2010 sedikit hambar karena saya duduk di bangku SMP. Saya menikmati piala dunia dengan bentuk apresiasi lain. Tidak ada lagi latah-latah bola karena masing-masing teman dan saya sendiri sibuk dengan kawan-kawan di sekolah. Pembicaraan pun hanya sekedar ulasan dan hasil pertandingan dengan kawan-kawan tongkrongan saya di SMP dengan sedikit makian kepada kawan pendukung tim yang kalah. Yang unik dari piala dunia ini adalah munculnya twitter yang memungkinkan saya untuk beradu makian dengan teman-teman saya di dunia maya secara real time tanpa tatap muka. Masa-masa ini merupakan masa yang sulit karena kami sedang menginjak masa remaja meskipun tidak ada hubungannya dengan piala dunia. Inggris melaju dengan empot-empotan meskipun segrup dengan Algeria dan Slovenia dan harus bertemu Jerman di babak penyisihan. Sebuah sundulan dari Upson, pemain yang saya kenal dari Football Manager, merobek gawang Neuer dan membuat pendukung Inggris di seluruh dunia bersorak meskipun di babak pertama skor sudah 1-2 untuk keunggulan Jerman tetapi kami tetap optimis, lalu di akhir babak pertama, saya kembali patah hati setelah tendangan spekulatif Frank Lampard mengenai mistar gawang dan mantul melewati garis gawang, saat itu saya bermodal handphone Sony Ericsson W200i yang dibeli menggunakan uang lebaran setahun yang lalu langsung membuka twitter dan menulis rangkaian kata-kata optimistis bahwa Inggris akan menang. Akan tetapi manusia bolah berencana tapi Tuhan yang menentukan, gol Lampard tidak disahkan wasit, menurutnya bola belum melewati garis dan tidak dianggap sebagai gol, pada saat itu malaikat Atid sibuk mencatat berbagai makian yang dikeluarkan pendukung Inggris, kakak saya yang tidak antusias menonton sepakbola sampai keluar dari kamarnya untuk menonton saking penasarannya. Inggris digulung Jerman dengan skor 4-1, saya tetap depresi, dan dunia berjalan sebagaimana biasa.

Final piala dunia tersebut menghadirkan tim penjajah melawan bintang dunia, Belanda melawan Spanyol di waktu Indonesia bagian sahur, karena sudah mendekati lebaran maka santao sahur waktu itu bermenu indomie rebus. Kami sekeluarga menonton langsung di televisi, lengkap dengan kakak saya yang terpaksa menonton karena harus sahur. Kami disuguhkan permainan yang keras dan kasar, adik saya yang belum cukup umur tidak diperbolehkan menonton, karena dia juga belum diperbolehkan ikut puasa. Gol manis Iniesta di perpanjangan waktu mengakhir pertandingan tersebut, saya sebagai pihak netral tidak banyak berkomentar karena saya ketiduran di akhir-akhir pertandingan. Pertandingan tersebut mengajarkan saya untuk mempersiapkan diri lebih baik sebelum final agar tidak ketiduran.

Brazil 2014, Ramadhan tiba bersamaan dengan datangnya piala dunia, pesan maaf yang biasa bermunculan sebelum ramadhan berubah menjadi marhaban ya ban-balan, pertandingan-pertandingan dimainkan di waktu sahur sampai subuh yang berarti malam jadi siang dan siang jadi malam, kasur-kasur portable digelar di depan TV dan autan menjadi komoditas utama selama sebulan. Saya lulus SMA tahun itu dan piala dunia merupakan pengisi post-UN syndrome saya sembari mencari-cari kampus baru. Kegiatan ibadah nongkrong menjadi pengisi waktu libur saya, sialnya Ramadhan tiba saat piala dunia yang menjadikan kegiatan nongkrong tidak efektif karena tidak bisa merokok sambil ngopi di Warkop Aa, alhasil pembahasan pertandingan piala dunia dilakukan di malam hari selepas taraweh atau di media sosial baru bernama Path yang sekarang sudah tidak laku. Berbagai godaan di bulan ramadhan muncul ketika juru kamera piala dunia memainkan skill mereka mencari pendukung-pendukung sexy. Menjadi pendukung Inggris di tahun itu memang sulit, Inggris dipermalukan di babak grup dan tidak lolos ke penyisihan. Dunia kembali muram dan saya kembali depresi sembari mencari-cari tim baru untuk didukung. Pada piala dunia ini saya hidup di depan TV, berbagai macam cemilan dan minuman ringan berjejer berantakan depan kasur yang saya gelar. Saya menyaksikan hampir semua pertandingan piala dunia meski terkantuk-kantuk, di situlah gunanya kasur di depan TV.

Jerman sedang gila-gilanya setelah Spanyol mengalami kutukan mantan juara dan harus tersingkir di babak grup. Tahun 2014 memang tahunnya kiper dengan Keylor Navas, Guillermo Ochoa, dan Tim Howard merangkap sebagai menteri pertahanan masing-masing negara mereka. Belanda yang diisi pemain-pemain muda juga menjadi kejutan setelah berhasil masuk babak semi final dan dikalahkan Argentina lewat adu pinalti, begitu juga Kolombia yang dimanjakan dengan suplai-suplai dari kartel Escobar, piala dunia ini sangat berwarna dan sangat menarik untuk ditonton. Di partai final, saya menginap di rumah teman bersama inner circle saya semasa SMA, seperti biasa bukan sleep over namanya jika tidak bermain Fifa di PS bersama kawan-kawan ditemani cemilan-cemilan yang secara cuma-cuma disediakan oleh tuan rumah. Pertandingan berjalan dengan sangat membosankan sehingga masing-masing kami sibuk dengan dunianya, ada yang membuka instagram terus menerus, ada yang bermain Clash of Clans dan Modoo Marble, ada juga yang membuka situs porno secara diam-diam meski di bulan ramadhan, bahkan ketika Gotze mencetak gol spektakulernya di perpanjangan waktu, beberapa dari kami tidak memperhatikan dan harus melihat gol tersebut lewat replay, pada akhirnya Jerman juara dan kami berpisah antara satu sama lain karena harus kuliah di daerah yang berbeda-beda. Piala dunia ini mengajarkan saya bahwa tidak ada yang abadi, karena yang abadi hanyalah bagelen dan toko bangunan.

Di penghujung piala dunia 2018 ini, saya meminta maaf kepada semua orang yang pernah saya sakiti hati maupun fisiknya, semoga kita semua dapat dipertemukan lagi di tahun 2022, semoga amalan baik orang-orang yang tidak sempat menyelesaikan piala dunia 2018 diterima dan dosanya diampuni Tuhan Yang Maha Pengampun. Akhir kata semoga anda terhibur membaca tulisan di atas, saya Jalu Bimasakti, salam #ItsComingHome dan salam Kroasia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar