Senin, 23 Juli 2018

Jadi Halal itu Standar atau Strategi Marketing?

Kalau kamu suka nonton TV apalagi suka nonton iklan, kamu aneh, soalnya ga ada yang nonton TV cuma buat nonton iklan. Tapi kalau kamu suka nonton TV, kamu bakal sadar bahwa sekarang ini banyak banget iklan yang ngejagoin fitur Halal di produk mereka, kalau kamu rada mikir, kamu pasti bertanya-tanya buat apa merek busana pakai embel-embel halal di produk mereka atau kulkas yang mendadak halal mungkin bikin kamu bertanya-tanya soal kehalalan produk elektronikmu, bisa jadi kipas laptop yang baru kamu beli di Mangga Dua ga halal dong! OMG

Di Islam, Halal berarti sesuatu yang diperbolehkan untuk dikonsumsi atau pun digunakan. Halal itu semacam standar yang ada di Islam untuk kehidupan sehari-hari. Mungkin kata halal sinonim dengan makanan karena awalnya standar Halal di Indonesia paling banyak digunakan di produk makanan yang menandakan bahwa produk tersebut bebas dari apapun yang tidak boleh dikonsumsi oleh muslim dan prosesnya sesuai dengan protokol Halal di Indonesia yang dikeluarkan sama MUI. Misalnya nugget ayam yang kamu makan ternyata ga mengandung sertifikasi Halal, berarti dalam prosesnya atau kandungan nugget ayam tersebut bisa jadi terdapat sesuatu yang membuat nugget tersebut tidak boleh dimakan sama muslim, simpel.

Gaya hidup islami memang sedang booming di Indonesia. Fenomena ini terjadi setelah reformasi ketika masyarakat muslim Indonesia menikmati kebebasan dalam mengembangkan budaya islami. Katanya sih zaman Orde Baru dulu masyarakat sulit untuk mengekspresikan budaya islam mereka karena dikekang oleh rezim Soeharto yang represif, katanya lho. Baru setelah reformasi dan Soeharto turun, umat muslim di Indonesia bebas mengekspresikan jati diri mereka sebagai muslim, bahkan di dunia politik pun muncul berbagai partai bernada islam setelah reformasi. Dari situlah budaya islam di Indonesia semakin merambah budaya populer, kaum wanita sekarang bebas berhijab dan pengajian besar sekarang ada di mana-mana, budaya islam sedang populer-populernya di Indonesia.

Untuk mendapatkan sertifikasi halal pada sebuah produk memang tidak mudah, kalau kamu mau produk kamu ditempel sertifikasi halal MUI, kamu harus rela pabrikmu diperiksa secara mendalam untuk dilihat proses pembuatan produk yang kamu ajukan sertifikasi halalnya. Jika dalam proses produksimu terdapat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam Islam maka kamu harus menerima produkmu tidak dapat sertifikat Halal. Berlaku juga apabila kandungan produkmu terdapat bahan yang tidak bisa dipakai atau dikonsumsi muslim, misalnya kamu mau buat keyboard untuk kegiatan gaming tapi sambungan kabel dari produkmu terdapat minyak babi, maka haqqul yaqin Keyboard kamu ga akan dapet sertifikat halal.

Standar Halal bukan cuma ramai di Indonesia. Di dunia barat, banyak pengusaha kuliner yang mengklaim makanan mereka halal. Hal ini lebih untuk meyakinkan umat muslim bahwa mereka dapat makan di sini tanpa ragu kandungan dari makanan tersebut. Berkembangnya populasi muslim di Amerika Serikat dan Eropa juga menjadi katalis bagi gerakan halal tersebut. Banyak juga rumah jagal yang mengklaim mereka memproduksi daging halal, selain sebagai strategi marketing kepada umat muslim, daging halal juga dijual kepada mereka yang menginginkan daging dengan kualitas lebih baik karena setelah saya baca-baca dan nonton di Internet, daging halal memiliki kualitas yang lebih baik dibanding daging yang dipotong secara tidak halal. Wallahualam sih ya.

Sebenarnya tidak ada salahnya kita sebagai konsumen untuk mulai aware terhadap proses dan kandungan dari sebuah produk, apalagi menyangkut kehidupan sehari-hari. Kita sebagai konsumen bebas memilih produk mana yang mau kita beli, terlepas dari halal atau tidaknya produk tersebut, toh pada akhirnya produsen-produsen harus bisa beradaptasi terhadap kemauan konsumen yang heterogen. Namun sebagai konsumen, kita harus cerdas memilih produk mana yang mau kita beli. Seperti yang Bang Sahala katakan, kita harus skeptis dan kritis menyikapi semua hal, emang Bang Sahala idola sejuta umat dah.

Pernahkan kamu berpikir produk halal yang kamu beli bisa jadi pada prosesnya tidak halal? Halal bukan hanya terbatas pada penggunaan bahan atau produksi yang halal saja, halal menyangkut bagaimana produsen berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dan konsumennya, bisa saja misalnya sebuah produk minuman ringan memiliki sertifikat halal tetapi isinya merugikan tubuh, padahal di Islam segala sesuatu yang merugikan tubuh tidak boleh dikonsumsi seperti dalam Surat Al-Baqarah ayat 195 yang secara implisit menginstruksikan muslim untuk tidak merugikan diri sendiri, atau seperti Hadits Riwayat Ibnu Majah yang berbunyi "Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan/merugikan diri sendiri ataupun orang lain". Jika minuman ringan tersebut dapat membuat anda diabetes, apakah produk tersebut layak memiliki sertifikat halal? Atau misalnya dalam memproduksi sebuah produk busana, pada prosesnya malah mencemari alam sekitar dan membawa malapetaka bagi organisme sekitar, masih layakkah busana tersebut memiliki sertifikat halal?

Hal yang saya takutkan adalah produsen benda sehari-hari hanya menempelkan sertifikat halal dengan cara yang tidak halal demi menggapai keuntungan dari konsumen muslim. Para produsen tahu pasti bagaimana berkembangnya budaya islam di Indonesia dan bagaimana efektifnya menambah embel-embel halal pada produk mereka. Iklan-iklan yang menjual kehalalan suatu produk memang harus disikapi secara skeptis, jangan sampai kita sebagai konsumen muslim dibodohi dengan embel-embel halal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar