Senin, 21 Agustus 2017

Jalu's Coaching Diary: Walk Out Bukan Solusi

Atlet mana pun yang ingin menjadi terbaik dalam nomor olahraga yang ia mainkan harus memiliki mental yang kuat. Mental yang kuat meliputi attitude terhadap segala keganjilan dalam permainan. Atlet yang baik harus sadar bahwa permainan yang mereka mainkan memiliki unsur manusiawi di dalamnya, dan manusia tidak lepas dari kesalahan baik disengaja mau pun tidak. Wasit, ofisial pertandingan, tim lawan, supporter, sampai ballboy sekali pun merupakan manusia, dan merupakan bagian dari permainan. Atlet yang baik harus menyiapkan diri dari hal-hal yang akan terjadi dalam pertandingan, seburuk apa pun hal-hal tersebut.

Pada kaliber atlet nasional, mental adalah segala-galanya. Mental seorang atlet nasional adalah cerminan tidak langsung dari mental negara yang ia wakilkan, yang ia bawa nama baiknya. Apa yang atlet tersebut lakukan menjadi cerminan rakyat dari negara yang ia wakilkan tersebut. Apabila si atlet mudah menyerah dan mudah terintimidasi, maka secara tidak langsung menunjukkan bahwa rakyat negaranya mudah menyerah dan mudah terintimidasi.

Walkout dari sebuah pertandingan tentunya bukan jawaban dari sebuah tantangan. Sikap merasa dicurangi oleh perangkat pertandingan sebenarnya sah-sah saja, lagipula atlet juga manusia, tetapi menyiasati kecurangan tersebut seharusnya jadi motivasi atlet untuk memenangkan pertandingan. Bukankah lebih keren apabila seorang atlet dicurangi oleh perangkat pertandingan tetapi tetap berjuang untuk kemenangan? Apa lagi sampai bisa memenangkan pertandingan tersebut. Mental semacam inilah yang harusnya ditanamkan kepada atlet-atlet di dunia, khususnya Atlet Nasional Indonesia yang berlaga di ajang dunia. Kalah walkout karena merasa dicurangi bukanlah sesuatu yang terhormat, tidak ada kata terhormat bagi atlet yang menyerah. Apakah sepadan latihan bertahun-tahun hanya untuk walkout karena dicurangi perangkat pertandingan? Menurut saya tentu tidak, apalagi ketika satu tangan telah memegang medali emas yang diidamkan selama bertahun-tahun.

Memang ada rasa yang mengganjal apabila kita dicurangi oleh tim lawan atau perangkat pertandingan. Siapa pun yang menggeluti suatu disiplin olahraga dan pernah merasa dicurangi pasti merasakan. Apabila rasa yang mengganjal tersebut membuat seorang atlet ingin pergi dari pertandingan, maka ia tidak memiliki mental yang kuat, dan atlet yang tidak memiliki mental yang kuat seharusnya tidak pantas menjadi representasi sebuah negara di ajang internasional.

Biarlah lawan atau perangkat pertandingan bersikap curang. Atlet yang baik akan terus berjuang dan berusaha karena ia tahu arti dari sportifitas yang sesungguhnya. Mental keep fighting despite of everything harus ada dalam jiwa atlet mana pun. 

Mungkin inilah cerminan dari negara yang atlet tersebut wakilkan. Rakyatnya memang mudah menyerah, tidak ingin melawan keadaan, dan merasa bahwa kalah tanpa menyelesaikan pertarungan lebih terhormat dibanding kalah setelah bertarung habis-habisan. Atau mungkin ada yang salah dengan jiwa petarung atlet tersebut? Mungkin si pelatih hanya mengajarkan cara untuk menang dan tidak mengajarkan atletnya cara bertarung mati-matian dalam segala kondisi?

Kalah walkout adalah hal yang memalukan, lebih memalukan ketimbang dibantai habis-habisan oleh lawan. Kalah walkout adalah cara yang hina untuk menyelesaikan pertandingan. Memang sikap curang menodai asas sportifitas dalam suatu pertandingan, tetapi menyerah di tengah-tengah pertandingan karena merasa dicurangi menurut saya sudah merusak asas sportifitas.

Tulisan ini ditujukan kepada atlet atau pelatih mana pun yang pernah melakukan aksi walkout dalam segala level pertandingan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar