Kawan saya pernah berkata di akun media sosialnya, "Twitter twitter gua, terserah gua lah!" Saya tidak akan menyebut nama dari pemilik akun karena terlalu banyak kawan saya yang mengutarakan kata-kata seperti di atas, mungkin kawan Anda juga ada yang pernah melontarkan pernyataan di atas? atau Anda sendiri? Jujur, kalo diinget-inget lagi sih kayaknya gua pernah ngetwit gitu, tapi lupa kapan, ya sudahlah.
Konsep bebas itu masih tergolong baru di Indonesia, selama lebih dari 30 tahun Rakyat Indonesia dibungkam, bukan karena ketidakadaan media sosial daring tetapi karena konsep ciduk-menyiduk yang diaplikasikan mantan presiden ke dua, tiga, empat, lima, dan enam kita. Konsep bebas baru dikenal pasca jatuhnya Orde Baru dan munculnya zaman reformasi di mana kebebasan berekspresi seakan-akan tidak dibatasi oleh batas apapun, contohnya bisa terlihat ketika massa berunjuk rasa memprotes kenaikan harga BBM pada tahun 2012, seperti yang dulu kita saksikan di televisi atau mungkin beberapa orang merasakan langsung di jalan bagaimana aparat kepolisian bersusah payah menenangkan dan membubarkan massa yang berunjuk rasa hingga malam hari, padahal jelas dilarang berunjuk rasa hingga melewati pukul 18.00 di tempat terbuka.
Latah konsep bebas bisa dilihat di media-media favorit anda, di tayangan berita TV misalnya, di mana ditayangkan berita-berita yang tidak berkualitas dan memihak sepada suatu kalangan tanpa melihat sisi faktualnya, sebenarnya apabila kita merujuk kepada konsep bebas ya sah-sah saja karena bebas-bebas saja si pemilik media mau menayangkan apa juga, toh dia yang punya, walaupun sebenarnya melanggar kode etik jurnalisme tapi demi kepentingan suatu golongan, apapun dapat dilakukan. Ambil contoh lagi ketika seorang rapper muda dapat dengan seenak bangsat menghina orang lain seprofesinya, sebenernya gua males ngomongin ini sih cuma ya rada ngehe aja tu orang, walaupun sebenarnya sudah bukan hal yan aneh dalam dunia rapper yang namanya dissing tetapi bangsa Indonesia punya nilai-nilai moral dan undang-undang yang berlaku, si rapper muda ini bisa saja dituntut, mungkin kapan-kapan ya.
Free as a bird mungkin sebuah konsep yang masih diraba-raba di Indonesia, mungkin karena banyaknya senapan angin yang beredar di Indonesia, mungkin juga karena sebenarnya bebas bukanlah jati diri bangsa ini. Saya tidak tidak bisa menyalahkan kemunculan media sosial dan naiknya pengguna internet di Indonesia yang tidak dibarengi dengan naiknya tingkat pendidikan dan literasi informasi di Indonesia, sekarang hampir semua orang bisa mengakses media-media daring dan belum tentu si pengakses sebenarnya bertanggung jawab atas konten-kontennya, mungkin paragraf ini terbaca klise tetapi ini lah realita di Indonesia, tidak semua orang punya ide yang jelas akan munculnya konsep bebas, yang terjadi malah semua orang menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak mereka mengerti, sebagai contoh bisa kita lihat Yang Mulia Karin Novilda dan akun instagram beserta vlognya di Youtube, dia bisa saja berkata bahwa Indonesia adalah negara yang bebas tetapi dia sendiri tidak mengerti akan konsep tanggung jawab yang mengikuti konsep bebas tersebut. Bukan saya bilang bahwa konten vlognya nirkualitas tetapi itulah yang sebenarnya, nirkualitas dan nirfaedah.
Realita media di Indonesia sebenarnya sangat menyedihkan, konten-konten yang disediakan semata-mata hanya untuk kepentingan pemilik media tanpa mengedepankan kualitas kontennya itu sendiri, Rakyat Indonesia yang kebanyakan masih bodoh dijadikan konsumen untuk tayangan-tayangan bodoh juga, kalau begini caranya, kapan Bangsa ini mau maju? apabila tayangan yang dijadikan andalan adalah tayangan berbasis konsumerisme dan kebodohan maka yang terjadi adalah Bangsa kita menjadi bangsa yang konsumtif dan bodoh.
Solusinya ada pada kontrol kita terhadap konsumsi tayangan-tayangan yang tersedia, pilih hanya tayangan yang berkualitas dan mencerdaskan bangsa dan diri kita sendiri, sialnya solusi ini hanya bisa diaplikasikan pada bangsa yang sudah cerdas, bangsa yang sudah mengerti cara menyortir hal yang buruk, dan bangsa kita belum bisa mencapai kemewahan itu. Solusi yang lain adalah mendorong pemilik media untuk mengedepankan tayangan dan konten yang berkualitas, saya percaya apabila media kita lebih banyak mengangkat konten-konten sains dan olahraga, maka bangsa kita akan melahirkan ilmuwan-ilmuwan dan atlet-atlet yang berprestasi dan berguna bagi kemajuan peradaban bangsa dan dunia, kontras dengan keadaan media sekarang yang kontennya melulu tentang politik dan selebriti, bangsa kita akan menjadi bangsa yang mendewakan politisi dan selebriti.
Bebas bukan berarti seenaknya, bebas bukan berarti kita bertanggung jawab pada diri sendiri saja tanpa melihat kebebasan orang lain juga, bebas bukan berarti kita bisa menonjok orang lain dan mengklaim bahwa itu hak kita, bebas bukan berarti kita tidak memiliki aturan, kebebasan ada batasnya, dan kebebasan juga harus dibarengi tanggung jawab, burung sendiri harus memperhitungkan gravitasi dalam geraknya.
klise ih, biarin, heu.